Sajak Pulo Lasman Simanjuntak Berjudul 'House Without Growing Trees' Diterbitkan Dalam Buku Antologi Puisi Internasional Indonesia-India

JAKARTA- Satu sajak pilihan karya Penyair Pulo Lasman Simanjuntak berjudul HOUSE WITHOUT GROWING TREES atau RUMAH TANPA TUMBUH PEPOHONAN pada hari ini (Selasa, 26 November 2024) telah diterbitkan dalam buku antologi puisi internasional Indonesia-India  berjudul "Whisper : Interlude Of Voices" urutan nomer 17 pada halaman 39.

“Ini merupakan proses kreatif saya dalam menulis karya sastra berupa puisi untuk bisa go internasional.Setelah Malaysia, Singapura, Filipina,  Brunei Darussalam, Republik Demokratik Timor Leste, dan Bangladesh kini karya puisi saya  merambah sampai ke negeri India,” kata Pulo Lasman Simanjuntak  yang karya puisinya telah diterbitkan dalam 7 buku antologi puisi tunggal dan 35 buku antologi puisi bersama para penyair di seluruh Indonesia  ini di Jakarta, Selasa (26/11/2024).

" Semoga Tuhan senantiasa memberkati karya puisi saya,  bisa diterima dengan baik oleh masyarakat sastra di Indonesia dan mancanegara," pungkas penyair yang ratusan karya puisinya telah dimuat (tayang) pada 220 media online (website) serta majalah digital dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini.

Berikut di bawah ini cuplikan dari puisi tersebut.

Pulo Lasman Simanjuntak

RUMAH TANPA TUMBUH PEPOHONAN

rumah tanpa tumbuh pepohonan
kini dipeluk semak belukar
diperut rumah yang juga
kian mengecil
muntah seribu dosa kelaparan
yang ganjil

bahkan berulangkali
jendelanya yang rapuh
tempat tidur kucing liar
tempat bersenggama kecoa menjijikan

menjelma jadi tangan sedekah
sangat memalukan
padahal ia pelayan Tuhan
telah dibebastugaskan
seperti budak di negeri terasing

rumah tanpa tumbuh pepohonan
setiap hari persiapan
selalu rajin mencari sesuap nasi basi
dari mata lelaki tanpa alas kaki
disodorkan mata uang recehan
selalu kekeringan

di hamparan pekarangan rumah
basah air tanah
kemarau pun sering pecah
betapa makin susah
merambat di negeri paling korupsi
disebar hati yang keji

2023/2024

Pulo Lasman Simanjuntak

HOUSE WITHOUT GROWING TREES

house without growing trees
it is now covered by a thicket
in the back of the House also
getting smaller
vomiting a thousand sins of hunger
the odd one out

even repeatedly
the fragile window
wild cat bed
nasty cockroach copulation

to be a hand-held
very embarrassing
he is the servant of God
has been released
like a child in a foreign land

house without growing trees
every day of preparation
always diligently looking for a bite of stale rice
from the eyes of a man without legs
proffered coins
always drought

in the expanse of the yard of the House
wet ground water
droughts often break out
how much more difficult
living in the most corrupt country
in the midst of a broken heart

Jakarta, 2023/2024

Ditulis 60 Penyair Indonesia-India Dengan Sentuhan Hati

Buku sastra internasional ini telah   diluncurkan pada Senin, 18 November 2024 lalu dalam  acara the World Thinkers and Writers Peace Meet (WTWPM) di Gedung Kolkata International Foundation for Arts Literature and Culture. Peluncuran ini diselenggarakan oleh International Society for Intercultural Studies and Research (ISISAR). 

Prof. Sanjukta Dasgupta, yang merupakan Dekan di Faculty of Arts, Calcutta University, berkenan melakukan peluncuran secara simbolik. Ia didampingi dua editor buku, yakni Dr. Sudipto Chaterjee dari India dan Sastri Bakry dari Indonesia.

Selain Sastri Bakry, yang merupakan penggagas buku ini, dari Indonesia juga hadir Eka Teresia dan Mira Gusvina. Beberapa penyair yang semula berniat hadir, yakni Armaidi Tanjung, Pipiet Senja, Swary Utami Dewi Isbedy Stiawan dan Nuyang Jaimie, berhalangan datang karena berbagai sebab.

Buku kumpulan puisi ini berjumlah 136 halaman, ditulis total oleh 60 penyair Indonesia dan India dengan penuh sentuhan hati. 

Mereka mengekspresikan berbagai hal dengan gaya masing-masing. Ada yang mengungkapkan keindahan, mengulik peristiwa di sekelilingnya, mengekspresikan kesedihan, kebahagiaan dan kerinduan, bahkan menggugat ketidakadilan. 

Beberapa yang ikut menulis di sini adalah Pulo Lasman Simanjuntak, Dienullah Rayes, D. Kemalawati, Fakhrunas M.A. Jabbar, Husnu Abadi, Isbedi Stiawan Z.S , Ismet Fanany, Jose Rizal Manua, L.K Ara, Pipiet Senja, Putu Oka Sukanta, Zawawi Imron dan Swary Utami Dewi. 

Ada juga beberapa penyair muda seperti Rini F. Jamrah, Nuyang Jaimee, Ahmad Cahyo Setio dan beberapa anggota SATUPENA Sumatra Barat (Sumbar). Semua puisi ini hadir bersama puisi-puisi lain dari para penyair India.

Sastri Bakry, Ketua Satupena Sumbar, dan Dr. Sudipto Chaterjee, Ketua Panitia WTWPM, mengatakan bahwa puisi bisa menyuarakan kebenaran, persahabatan, penghargaan, kedamaian dan cinta.

 Karena itulah mereka dengan sungguh-sungguh mendorong dan memotivasi penyair dari masing-masing negara untuk berkarya dalam menghasilkan kata- kata, yang menggugah hati dan pikiran untuk kemanusiaan.

“Kami bekerja keras, tanpa memerhatikan waktu, pagi siang dan malam, untuk menerbitkan buku ini. Lebih empat bulan kami melakukan perbaikan dan editing., meski jarak kami berjauhan. Tak mudah memang menjadi editor buku ini, karena ada perbedaan bahasa, pengalaman, kultur dan tentu saja penafsiran. Kami bahagia karena akhirnya buku antologi ini selesai," ujarnya.

 Nandita Samanta, seorang penyair, editor dan pereview buku terkenal dari India juga turut bekerja keras dalam menyelesaikan buku ini. 

"Jika ada kelemahan, kami mohon maaf. Tapi inilah yang terbaik yang bisa kami persembahkan,” ujar Dr. Sudipto sambil tersenyum saat berbicara dalam peluncuran buku tersebut.

Menurut Sastri Bakry dan Dr. Sudipto Chaterjee kerjasama sastra ini akan dilanjutkan, tidak hanya berhenti pada penerbitan dan peluncuran buku tersebut. Ke depan akan semakin banyak karya sastra dari masing-masing negara yang diterjemahkan ke berbagai bahasa. Ini sejalan dengan misi ISISAR dan SATUPENA Sumbar.

Akhir kata, kedua editor menegaskan, ini adalah bentuk dedikasi kami terhadap dunia sastra dan budaya dunia untuk perdamaian dalam rangka saling menghormati antarbangsa. 

"Para penyair selalu tak kenal lelah. Penyair bisa tetap bersuara lewat dunia kata-kata, baik untuk diri sendiri maupun untuk peradaban dunia," pungkasnya.(**/eykel)


Diberdayakan oleh Blogger.